Minggu, 17 Oktober 2021

Program PTSL di Desa Prabugantungan, LSM Bentar ; 'Diduga Ada Pungutan Biaya Oleh Oknum Program PTSL!'


Ketua Umum LSM Bentar Ahmad Yani

LEBAK, MM - LSM Badan Elemen Tataran Rakyat ( Bentar) menilai Program Kementrian Agraria dan Tata Ruang ATR/ BPN RI melalui BPN Kabupaten Lebak tidak berjalan dengan baik dan diduga mandek. Hal itu, menurut LSM Bentar, karena ditemukannya ratusan pengajuan permohonan sertifikat pada Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Prabugantungan, Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak pada tahun 2017 hingga 2021 belum juga selesai.

Diungkapkan Ketua Umum LSM Bentar Ahmad Yani, bahwa, selain ratusan sertifikat yang diajukan pada program PTSL Tahun 2017 yang belum juga selesai hingga saat ini, ditemukan juga adanya dugaan Pungutan Liar (Pungli) di desa tersebut.

"Program PTSL ini dari tahun 2017 hingga 2021, artinya program ini sudah berjalan 4 tahun, sangat wajar jika kami menilai program PTSL di Desa Prabugantungan, Kecamatan Cileles mandek. Selain itu, program PTSL ini di duga kuat dijadikan untuk meraup keuntungan,"kata Ahmad Yani pada awak media, Sabtu, (16/10/2021).

Yang menjadi dasar tersebut, lanjutnya, karena biaya yang diminta untuk pengurusan sertifikat pada Program PTSL itu melebihi ketentuan atau aturan yang di tetapkan pemerintah yakni Rp 150 ribu. Realitanya dilapangan, warga diminta 300 ribu bahkan ada yang Rp 1 juta 300 ribu.

"Kami juga menemukan keluhan sejumlah masyarakat yang diduga diminta biaya oleh oknum Panitia program PTSL ada yang 200 ribu hingga 1 juta 300 ribu,"katanya.

Ahmad Yani juga mengaku miris dan sangat menyayangkan terhadap statmen Kepala BPN Lebak bapak Agus Sutrisno, yang mengaku tidak tahu adanya program PTSL di Desa Prabugantungan, Kecamatan Cileles, Kabuparen Lebak.

"Saya kira jawaban yang diberikan Kepala BPN itu gak tepat. Saya heran, apakah memang Kepala BPN benar - benar tidak tahu, atau pura- pura tidak tahu. Masa sekelas Kepala BPN tidak tahu di Desa Prabugantungan ada Program PTSL. Bahkan lebih mirisnya, Kepala BPN Lebak tidak tahu ada nama Desa Prabugantungan," pungkasnya.

Masih lanjut Yani, dia juga meminta keseriusan dari Polres Lebak untuk menindaklanjuti Lapdu yang telah diberikan pada tanggal 12 Oktober 2021 agar segera ditindaklanjuti sesuai aturan hukum.

"Saya juga meminta agar laporan kami ditanggapi dengan serius dan segera ditindaklanjuti sesuai aturan hukum. Saya minta kasus ini segera di ungkap, jangan sampai ada lagi warga menjadi korban dan dijadikan ajang untuk meraup keutungan oleh oknum Pantia atau siapapun itu. Kasihan, warga sudah susah terdampak pandemi, ditambah seperti itu. Sekali lagi, saya minta Kepada Polres Lebak agar segera mendinaklanjuti laporan kami,"pintanya.

Terpisah, warga Desa Prabugantungan, Kecamatan Cileles yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa dirinya diminta biaya sebesar Rp 200 ribu untuk pengrusan sertifikat oleh panitia PTSL di Desa Prabugantungan.

"Betul pak, saya sudah membayar uang untuk sertifikat itu, tapi hingga saat ini sertifikatnya belum saya terima," katanya.

Senada, masih warga setempat, yang meminta namanya dirahasiakan juga membenarkan adanya pungutan biaya itu. Ia mengatakan, bukan hanya soal biayanya, tapi hingga saat ini sertifikatnya belum juga ia terima.

"Bukan soal biaya yang hanya 200 ribu, tapi sertifikatnya bagaimana, hingga saat ini belum juga kami terima. Jika di kali ratusan warga yang membuat sertifikat, sudah berapa, apalagi di masa pandemi saat ini,"ungkapnya.

Diketahui, Pemerintah Pusat melalui Kementrian ATR / BPN RI melalui Kantor BPN di Kabupaten / Kota dengan Program PTSL itu untuk mempermudah dan membantu meringankan beban masyarakat untuk pengurusan sertifikat.

Dan Program PTSL tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2017 Tentang PTSL, serta Intruksi Presiden No 2 Tahun 2018.

(*) MM

Kamis, 14 Oktober 2021

Kriminalisasi Pengurus KOPSA-M Riau, Ketum SMSI Desak Menteri BUMN Buka Kasus Korupsi Terselubung di PTPN V


JAKARTA, MM - Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) kunjungi 2 petani sawit dan pengurus Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) Riau di Bogor (07/10/2021). Usai mengunjungi petani dan pengurus koperasi tersebut, Firdaus mengatakan “petani dan pengurus koperasi tersebut masih proses masuk dalam perlindungan saksi dan Korban (LPSK), (14/10/2021).

"Dua petani sawit dan pengurus Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) dari Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar Riau tersebut memohon perlindungan dari dugaan kriminalisasi yang dilakukan mafia tanah,” kata Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, usai bertemu 2 orang petani sawit Kopsa-M, Kamis (07/10/2021) di Jakarta.

Terkait dengan dugaan kriminalisasi yang dilakukan mafia tanah tersebut, Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi yang disampaikan di Istana Bogor  Rabu (22/9/2021). 

Pada kesempatan tersebut, dengan tegas Presiden menyampaikan komitmennya dengan memerintahkan kepada jajaran Polri untuk tidak ragu-ragu dalam memberantas mafia-mafia tanah “Kepada jajaran Polri saya minta jangan ragu-ragu mengusut mafia-mafia tanah,” ujar Jokowi saat memberikan penyerahan sertifikat redistribusi tanah objek reforma agraria di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (22/9/2021).

“Oleh karenanya kami mendesak Kapolri untuk melindungi rakyat dan pengurus Kopsa-M Riau di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar Riau dari dugaan kriminalisasi yang dilakukan mafia tanah yang sedang memperjuangkan hak-haknya dari ancaman kriminalisasi”. Tandas Firdaus.

Apa yang disampaikan Firdaus ini merupakan perwujudan dari konsisten SMSI mengawal arahan dan penegasan Presiden Jokowi yang berkomitmen penuh dalam memberantas mafia tanah, sebagaimana disampaikan Jokowi akhir September lalu.
 
Sebagaimana diketahui saat ini 997 petani anggota Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) Riau sedang menuntut hak-haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak yang telah diambil oleh PTPN V sebagai bapak angkat dalam skema pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) namun meski Kebun Kelapa Sawit dinyatakan kebun gagal tetapi petani tetap dibebani hutang yang terus membesar diduga kuat dana petani dan koperasi dikorupsi oleh oknum-oknum di PTPN V. 

Buntut dari perjuangan ini, diduga dua orang petani dikriminalisasi sebagai langkah pelemahan terhadap perjuangan para petani tersebut.
 
Kasus ini sendiri bermula pada tahun 2003  dengan ditanda-tangani Perjanjian Kerjasama Pembangunan Kebun Kelapa Sawit pola KKPA untuk anggota koperasi seluas 2.000 ha antara KOPSA—M Riau  dan PTPN-V.  Antara tahun 2003 sampai 2009, PTPN-V melaksanakan pembangunan kebun KKPA. Selama pembangunan berjalan Pengurus diminta untuk menandatangani surat pengakuan hutang pada Bank Agro untuk pembangunan kebun KKPA seluas 2050 ha dengan total hutang Rp. 52 milyar.
 
Berdasarkan dokumen yang diterima oleh Ketua Umum SMSI Pusat saat Ketua Kopsa-M Riau Dr. Anthony Hamzah berkunjung ke kantor pusat SMSI (11/12/2020), diketahui Pengelolaan kebun dengan jumlah lahan tertanam seluas 2.050 Hektar tersebut dilakukan dengan pola Singel Management dimana PTPN V (persero) bertindak selaku pengelola penuh mulai dari perawatan kebun hingga pengelolaan hasil kebun. 

Namun, pengelolaan kebun tidak dilakukan secara optimal sesuai standar yang seharusnya, sehingga menurut hasil penilaian fisik kebun oleh Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar, kebun yang dimitrakan dengan PTPN V tersebut dinyatakan sebagai kebun gagal.
 
Namun ironisnya per tahun 2017 para petani yang tergabung di Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) Riau ditagihkan hutang pembangunan kebun secara utuh dan bunga berbunga yang saat ini mencapai Rp. 136 Milyar.
 
“Persoalan menjadi lebih pelik manakala diketahui bahwa dari total 2.050 hektar lahan yang dikerjasamakan ternyata sekitar 750 hektar telah beralih ke pihak lain, diduga akibat telah dijual oleh oknum di PTPN V,” kata Firdaus.
 
“Saya kira sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk mengingatkan Bapak Moeldoko selaku kepala KSP, Bapak Kapolri  dan Bapak Erick Thohir selaku Menteri BUMN, untuk mengawal komitmen Bapak Presiden untuk memberantas mafia tanah dan sekalian bersih-bersih di PTPN”. Tandas Firdaus.

"Ini juga sejalan dengan penegasan Erick Thohir dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI akhir September lalu. Pada saat itu Menteri Erick Thohir mengatakan, adanya perilaku koruptif dibalik utang jumbo yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara (Persero) alias PTPN, Ini merupakan penyakit lama, yang sudah dia tahu, dan ini seperti suatu korupsi terselubung yang memang harus dibuka dan harus dituntut orang yang melakukan." Ungkapnya saat itu.

"Oleh karenanya kami mendesak Pak Menteri untuk membuka kasus-kasus korupsi terselubung di PTPN V terkait Kerjasama antara PTPN V dengan Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau,” kata Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, usai bertemu 2 orang petani sawit Kopsa-M, Kamis (07/10/2021) di Jakarta.

(*) MM

Simpati Dan Empati Masyarakat Nelayan Datang Ke Gubernur Babel Saat PT Pulomas Layangkan Gugatan



PANGKALPINANG, MM – Selama bertahun-tahun lamanya PT Pulomas Sentosa perusahaan yang bergerak dibidang penambangan pasir, dan mengantongi izin kegiatan pekerjaan normalisasi alur, muara dan kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara di Sungailiat Kabupaten Bangka. Namun kegiatan normalisasi alur dan muara Air Kantung Sungailiat yang dikelola oleh PT Pulomas Sentosa dengan tujuan pendalaman alur sungai atau muara agar tidak terjadi pendangkalan, ternyata tidak memberikan dampak yang bermanfaat dan berimbang bagi kehidupan dan lingkungan  setempat, (13/01/2021).

Hal itulah yang dirasakan oleh masyarakat pesisir dan nelayan Sungailiat atau setempat, bahkan kerapkali saat masyarakat pesisir dan nelayan akan melaut untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangannya dengan menggunakan perahu/kapal motor sering kandas, kapal tenggalam, dan tubrukan antara kapal saat memasuki alur muara Air Kantung lantaran terjadi pendangkalan di alur sungai atau maura Air Kantung keluar masuknya perahu/kapal motor nelayan.

Hal ini disebabkan salah satunya gundukan pasir yang mengunungkan ditepian sepadan muara yang menjadi stockfile pasir yang sengaja dikumpulkan oleh perusahaan dari aktifitas pengerukan atau pengisap pasir di alur muara tersebut. Kemudian pasir yang mengunung sedikit-sedikit menurun kembali alur muara dan sehingga terjadi penyempitan muara Pelabuhan Perikanan Nusantara Air Kantung.

Tidak dipungkiri  ini salah satu penyebab terjadi pendangkalan kembali dan akhirnya pekerjaan normalisasi tidak kunjungan selesai, selain itu   pasir yang sudah mengunung itu ada di stockfile lambat atau tidak cepat dipindahkan atau angkut ke tempat lainnya.

Atas pertimbangan kepentingan hajat dan keselamatan rakyat/masyarakat diatas segala-gala, publik pun menilai tindakan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung H Erzaldi Rosman Djohan langkah yang tepat mencabut izin berusaha PT Pulomas Sentosa untuk meneruskan kegiatan pekerjaan normalisasi alur, muara dan kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara di Sungailiat Kabupaten Bangka.

Tentunya kebijakan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung mencabut izin berusaha PT Pulomas Sentosa sudah melalui proses evaluasi dan kajian terhadap  beraktifitas atau beroperasinya  pengelolaan normalisasi alur atau muara Air Kantung selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh perusahaan penambangan pasir tersebut.

Melalui  Surat Keputusan (SK) Nomor 188.44/720/DLHK/2021 tentang pemberian sanksi administratif berupa pencabutan izin berusaha kepada PT Pulomas Sentosa tertanggal 3 Agustus 2021 dan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) nomor 188.4/01/LHK/DPMPTSP/2021 tertanggal 23 Agustus 2021 tentang pencabutan Keputusan Kepala DPMPTSP nomor 188.4/131/LH/DPMPTSP/2017 tentang pemberian izin lingkungan kegiatan normalisasi alur, muara dan kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara di Kabupaten Bangka oleh PT Pulomas Sentosa.

Meskipun sebelumnya Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sendiri diketahui sudah beberapa kali memberi teguran agar PT Pulomas Sentosa agar melakukan perubahan sistem pekerjaan yang terencana dan mengupayakan teknologi yang modern dan canggih.

Justru yang terjadi PT Pulomas Sentosa masih menggunakan sistem teknologi yang terbilang ketinggalan sehingga lebih mementingkan keuntungan perusahaan ketimbang kepentingan  masyarakat pesisir dan nelayan.

Kendati diketahui, PT Pulomas Sentosa melalui Kantor Hukum Adistya Sungara dan Patner melayangkan  gugatan ke PTUN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, lantaran tidak terima izin berusaha  kliennya dicabut sepihak tanpa ada mediasi terlebih dahulu dengan mempertimbangkan bahwa klien merasa sudah berbuat terlebih dahulu dalam membantu masyarakat dan pemerintah daerah tanpa menggunakan dana anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).
 
Seperti dilansir oleh sejumlah media online di Bangka Belitung PT Pulomas Sentosa telah melayangkan gugatannya ke PTUN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, usai menggelar jumpa pers, Senin (11/10/2021).

Mengetahui Erzaldi Rosman Djohan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung orang yang dicintai oleh masyarakat pesisir dan nelayan tidak berdiam diri, mereka pun menunjukkan empati dan simpatinya memberikan dukungannya kepada Erzaldi Rosman Djohan sepenuhnya memberikan  kuasa untuk berjuang bersama-sama melawan praktek kapitalis yang mengorban kepentingan rakyat kecil. 

Terkait akan hal itu perwakilan masyarakat nelayan pesisir Sungailiat, Kabupaten Bangka yang didampingi LBH Pusat Dukungan Kebijakan Publik  Bangka Belitung (PDKP Babel) yang  digawangi Jon Ganesha memberikan dukungan kepada Gubernur Erzaldi Rosman atas kebijakannya dalam melakukan pencabutan izin berusaha PT. Pulomas Sentosa.


Dalam jumpa pers, perwakilan Nelayan Pesisir Sungailiat, yang disampaikan oleh Asdar (50) warga nelayan Sungailiat  mengatakan, bahwa sejak 10 November 2020 pihaknya telah menyatakan perasaan ketidakadilan, keresahan dan ancaman serius atas keberadaan dua bukit tumpukan pasir Pulomas yang ada di ujung Muara Air Kantung yang merupakan satu-satunya alur perairan terjadi penyempitan dan pengdangkalan bagi kapal nelayan untuk memasuki Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat.Selasa (12/10/2021) di salah satu rumah makan kota Pangkalpinang. 

“Kami telah jenuh dan kesal selalu diatasnamakan, setiap kali protes atas kerusakan lingkungan perairan kami layangkan kepada pemerintah, justru perusahaan mendapatkan perpanjangan rekomendasi pekerjaan pengerukan. Berkali-kali sudah terjadi kapal kandas, kapal tenggalam, tubrukan antara kapal ketika mendekati ujung Muara Air Kantung. Hendaklah ini dihentikan,”ungkap Asdar.
 
Dalam jumpa pers tersebut, atas nama perwakilan Nelayan pesisir Sungailiat, Asdar pun membacakan pernyataan sikap  dukungan masyarakat nelayan pesisir  kepada  Gubernur Erzaldi Rosman, yakni :
1. Memberikan kuasa sepenuhnya kepada Gubernur Provinsi Kep. Bangka Belitung untuk melawan gugatan yang diadakan PT Pulomas Sentosa.
2. Menuntut ganti rugi pemulihan kerusakan lingkungan alur pelayaran nelayan di Muara Air Kantung kepada PT Pulomas Sentosa.
3. Meminta Gubernur Provinsi Kep. Bangka Belitung menentapkan status bencana non alam yang disebabkan longsor bukit pasir pulomas sentosa telah menyebabkan alur perairan menjadi dangkal mengakibatkan kapal-kapal nelayan tidak dapat keluar dari pelabuhan menuju laut tangkapan ikan maupun memasuki pelabuhan untuk pengepakan ikan.

“Demikianlah, pernyataan sikap ini disampaikan pada tanggal 12 Oktober 2021 sebagai dukungan terhadap Keputusan Gubernur Bangka Belitung tentang Pencabutan Perizinan Berusaha PT Pulomas Sentosa Sebagai Pelaksana Kegiatan Normalisasi Muara Air Kantung dan Kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat serta Dukungan terhadap Perlindungan Lingkungan Hidup di ujung Muara Air Kantung Sungailiat Bangka,” pungkasnya. 

(Fermana/Taufan) MM

Rabu, 13 Oktober 2021

Panglima TNI Resmikan Markas Kogabwilhan I, II, III Dan Monumen Tri Matra di Pulau Dompak, Riau


RIAU, MM - Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P., meresmikan Markas Kogabwilhan I, II, III dan Monumen Tri Matra, bertempat di Pulau Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Selasa (12/10/2021).

Acara peresmian Markas Kogabwilhan I, II dan III dipusatkan di Makogabwilhan I Tanjung Pinang, diawali dengan penandatangan hibah tanah oleh bapak Panut dari PT Singlurus kepada Panglima TNI yang diwakili Aslog Panglima TNI Marsda TNI Sujatmiko G.S., M.Sc., dilanjutkan penandatanganan hibah Monumen Tri Matra oleh Aslog Panglima TNI kepada Gubernur Kepri yang diwakili oleh Sekda Provinsi Kepri Lamidi, M.M. serta penandatanganan Prasasti Makogabwilhan I, II dan III oleh Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P.

Dalam sambutannya, Panglima TNI menyampaikan bahwa pembentukan Kogabwilhan merupakan representasi konsep interoperabilitas TNI dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis yang dinamis guna menghadapi tantangan kedepan yang semakin kompleks. “Kogabwilhan menjadi manifestasi keterpaduan kekuatan dan kemampuan TNI sebagai alat pertahanan Negara dalam menghadapi berbagai spektrum ancaman yang semakin beragam,” katanya. 

Menurut Panglima TNI, sejak dibentuk pada tanggal 27 September 2019 yang lalu, Kogabwilhan telah berfungsi secara aktif menjadi Kotamaops TNI dalam melaksanakan Operasi Militer Perang maupun Operasi Militer Selain Perang di wilayah tanggung jawabnya masing-masing.

“Pemilihan lokasi Markas Kogabwilhan telah direncanakan secara matang dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Salah satunya adalah korelasinya dengan program pembangunan yang dicanangkan Pemerintah untuk membangun Indonesia,” jelas Panglima TNI.

Panglima TNI mengatakan bahwa konsep Indonesia sentris menjadi salah satu pertimbangan strategis disamping perhitungan taktis untuk meningkatkan daya tangkal, mempercepat waktu reaksi serta memperpendek rantai komando dan logistik di saat krisis.

“Untuk itu, kehadiran Markas Kogabwilhan I di Tanjung Pinang Kepri, Markas Kogabwilhan II di Penajam Paser Kaltim dan Markas Kogabwilhan III di Timika Papua menjadi bentuk kehadiran negara untuk melindungi integritas dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa,” ujar Panglima TNI.

Lebih lanjut Panglima TNI menyampaikan bahwa pembangunan Markas Kogabwilhan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, baik Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Timur maupun Provinsi Papua. “Saya ucapkan terima kasih Kepada Gubernur Kepri dan Bapak Subhan Hartono di Tanjung Pinang, Bapak Panot Charoensuk di Penajam Paser dan Bapak Philipus Monaweyauw di Timika yang telah menghibahkan tanahnya,” ucapnya.

“Dukungan Bapak-Bapak kepada TNI merupakan wujud kecintaan kepada Bangsa dan Negara serta TNI pada khususnya, yang menjadi cerminan semangat patriotisme untuk ikut serta dalam mewujudkan pertahanan Negara yang kuat dan disegani. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas dukungannya,” imbuh Panglima TNI.

Dalam kesempatan yang sama, Panglima TNI juga meresmikan Monumen Tri Matra terpadu sebagai simbol keterpaduan tiga Matra TNI, yaitu TNI AD, TNI AL dan TNI AU. Panglima TNI meyakini bahwa konsep Tri Matra terpadu hanya dapat terwujud dengan memperkokoh interoperabilitas ketiga angkatan untuk merespon berbagai ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dan negara.

“Saya yakin, kehadiran Markas Kogabwilhan dan Monumen Tri Matra ini akan memperkuat komitmen tersebut dan memberikan banyak manfaat bagi kita semua, khususnya bagi seluruh Perwira dan prajurit di lingkungan Kogabwilhan I, II dan III,” ungkap Panglima TNI.
 
Dihadapan Awak Media Panglima TNI berharap selesainya dibangun dan diresmikannya Markas Kogabwilhan I, II dan III, maka kegiatan operasional bisa segera dilaksanakan dan selanjutnya adalah penyelesaian mess di setiap Markas Kogabwilhan. “Dibangunnya mess untuk personel bisa digunakan sebagai tempat tinggal di dekat Markas Kogabwilhan dan kegiatan operasi dapat dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, diantaranya Irjen TNI Letjen TNI Bambang Suswantono, S.H., M.H., M.Tr. (Han) Kabais TNI Letjen TNI Joni Supriyanto, para Pangkogabwilhan, Ketua Umum Dharma Pertiwi beserta jajaran pengurus, para Pejabat Utama TNI, Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Ansar Ahmad beserta jajaran Forkopimda Provinsi Kepri, Bapak Subhan Hartono dan Bapak Panot Charoensuk.

(Tnr) MM

Selasa, 12 Oktober 2021

Pangdam I/BB Pimpin Sertijab Kasdam I/Bukit Barisan Dalam Tradisi Corps


MEDAN, MM - Pangdam I/BB Mayjen TNI Hassanudin, SIP, MM, pimpin upacara serah terima jabatan  Kepala Staf Kodam I/Bukit Barisan yang digelar di Gedung A.H Nasution serta acara tradisi Korps penerimaan Pelepasan di Markas Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan. Senin, (11/10/2021). 

Pada kesempatan ini, saya atas nama pribadi dan selaku Pangdam I/BB mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Brigjen TNI Didied Pramudito beserta istri atas pelaksanaan tugas selama ini sebagai Kepala staf Kodam I/BB dan Wakil Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Daerah I/BB.

"Selamat datang kepada Brigadir Jenderal TNI Purwito Hadi Wardhono beserta istri, selamat atas kepercayaan yang diberikan Negara  sebagai kepala staf Kodam I/BB, saya harap Brigjen TNI Purwito mampu membangun sinergitas antar staf, meningkatkan mobilitas, profesionalitas dan produktivitas dilingkungan Kodam I/ BB."ucap Pangdam I/BB Mayjen TNI Hassanudin dalam sambutannya.

Lanjut Pangdam,"Kita ketahui bersama bahwa Serah terima jabatan merupakan hal yang lumrah karena merupakan bagian dari sistem pembinaan organisasi TNI AD dalam rangka memelihara kesinambungan jalannya roda organisasi," katanya. 

"Pada kesempatan yang baik ini saya atas nama seluruh prajurit dan PNS Kodam I/BB mengucapkan selamat jalan kepada Brigjen TNI Didied Pramudito beserta istri dan selamat atas anugerah jabatan baru sebagai Pa sahli TK II Kasad  bidang Was Eropa dan Amerika semoga semakin sukses dalam mengemban tugas dan jabatan yang baru," pungkas Pangdam I/BB, Mayjen TNI Hassanudin. 

Kegiatan dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Turut hadir dalam acara  para PJU Kodam I/ BB Dansat BS wilayah Medan serta Ketua Persit KCK PD I/BB dan Pengurus.

(Pendi) MM

Tuntut Keadilan, Aliansi Pencari Keadilan Dan Penegakan Supremasi Hukum Unjuk Rasa Didepan Kantor BPN Kota Makassar


MAKASSAR, MM - Unjuk rasa dilakukan oleh sejumlah massa dari Aliansi Pencari Keadilan dan Penegakan Supremasi Hukum di depan Kantor BPN Kota Makassar, Jalan. AP. Pettarani, Kelurahan Tidung, Kecamaran Rappocini, Kota Makassar, Pada Senin (10/10/ 2021) sekitar Pukul 12.15 Wita.

Aksi unjuk rasa yang di Koordinir oleh Syahrir Syam yang melibatkan kurang lebih 20 orang Demonstran tersebut, ditengarai terkait akan penyerobotan objek tanah warisan yang terletak di Barombong milik Hj.Wafiah syahrir yang dinilai mereka cacat hukum.

Dalam aksi tersebut para Demonstran melakukan orasi secara bergantian dengan menggunakan sound system diatas mobil Komando Grand max bernopol DD 8936 BE warna putih, yang dilanjutkan dengan membagikan selebaranpada para penonton yang ada disekitar lokasi, seraya membentangkan spanduk yang bertuliskan : "Aliansi Pencari Keadilan Dan Penegakkan Supremasi Hukum Terkait Hak Kepemilikan Lokasi Objek Tanah Warisan Ishak Hamsah Selaku Anak Kandung Dan Ahli Waris Hamzah Daeng Taba"

Para Demonstran mengajukan beberapa tuntutan diantaranya, meminta kapolda sulsel memberikan perlindungan hukum terhadap saudara ishak hamzah terkait kasus penyerobotan lahan tanah miliknya, -mereka juga meminta kapolrestabes menginstruksikan kepada oknum Penyidik Polrestabes Makassar yang menangani laporan polisi Ishak Hamzah selaku anak kandung dan ahli waris Hamzah Daeng Taba agar lebih profesional, transparan dan harus berjalan sesuai standar operasional pelayanan ( SOP ),-kemudian meminta pihak terkait dalam hal ini Kapolda dan Kapolrestabes agar lebih peka dalam menyikapi laporan tindak pidana penyerobotan tanah yang dilakukan oleh Hj. Wafiah Syahrir terhadap Ishak Hamzah selaku anak kandung dan ahli waris Hamzah Daeng Taba, - selanjutnya meminta DPRD Prov. SULSEL membuat rapat dengar pendapat ( RDP ) secara terbuka memanggil kedua belah pihak atas permasalahan lahan tanah,- serta meminta kepada Kepala Badan pertanahan Negara ( BPN ) memeriksa alas hak atas kepemilikan Hj. Wafiah Syahrir yang dinilai cacat hukum ( Kain puitih, tulisan merah dan hitam,1X2 M-Red ). 

Dalam tuntutannya para Demonstran meminta kepada Kepala Badan pertanahan Negara ( BPN ) memeriksa alas hak atas kepemilikan Hj. Wafiah syahrir yang dinilai cacat hukum serta Kepala BPN Kota Makassar agar turun ke lapangan serta  mengecek secara baik2 dan secara detaill surat-surat dari ahli waris. 

Pada sekitar pukul 12.40 Wita sebanyak 6 orang perwakilan pengunjuk rasa diterima diruang rapat pa'bicara butta oleh, Hardiansyah (Kasi Penanagan Perkara), Andri (Kasi 2), dan Ashadi (Kepala TU).


Dalam keterangannya pada Awak Media usai pertemuan, Syahrir Syam (Kordinator Demonstran) mengatakan bahwa,"Permasalahan sertifikat atau alas hak diatas alas hak itu sudah sering terjadi dikantor BPN kota Makassar," ungkapnya.

"Terbitnya sertifikat itu dari adanya surat ukur namun surat - surat secara detail dimiliki oleh ahli waris yaitu peta blok, peta rinci dengan lokasi di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, dan secara yuridis bahwa bukti kepemilikan sah dari ahli waris Ishak Hamzah selaku anak kandung dan ahli waris Hamzah Daeng Taba," katanya mengakhiri wawancara.

Sementara dari pihak BPN Kota Makassar, Hardiansyah (Kasi Penanagan Perkara) didampingi oleh,Andri (Kasi 2), dan Ashadi (Kepala TU). menjelaskan pada Awak Media bahwa,"Aspirasi pengunjuk rasa di terima oleh pihak BPN kota Makassar dan menyarankan kepada pengunjuk rasa agar melakukan persuratan ke kanwil BPN sulsel terkait ijin meminta dibukanya warkah atas lokasi yang diklaim saudari. Wafiyah (terlapor-Red),"jelasnya.

Lanjutnya,"Bahwa kedua pihak tidak dapat dilakukan mediasi dikarenakan pihak terlapor saudari,Hj Wafiyah tidak bersedia hadir dan memberikan klarifikasi saat dilakukan undangan dari BPN Makassar," ungkapnya.

Menurut pihak BPN,"Dasar penerbitan sertifikat dari SHGB kurang lebih sama dengan penerbitan serrifikat hak milik namun dalam proses penerbitan sertifikat dari SHGB mempunyai jarak waktu / berjangka sampai 30 tahun," pungkas Hardiansyah (Kasi Penanagan Perkara) didampingi oleh,Andri (Kasi 2), dan Ashadi (Kepala TU).

Sekitar pukul 14.25 wita aksipon selesai, situasi dalam keadaan aman dan terkendali serta kembali normal.

(Red) MM

Minggu, 10 Oktober 2021

Dugaan Kriminalisasi Dua Petani Dikampar, INFID : 'Kasus Ini Harus Diproses Berkeadilan Dan Kebijakan HAM Indonesia!'

                      Intan Bedisa (juru bicara INFID)

JAKARTA, MM - International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyerukan dan mendesak Pemerintah Pusat, untuk memberi perhatian dan melakukan investigasi mendalam, terkait adanya dugaan kriminalisasi kepada dua petani sawit di Kampar, Riau. Dimana mereka dijadikan tersangka akibat menjual hasil kebunnya sendiri.

"Kedua petani tersebut merupakan anggota dari Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Kami mendesak Pemerintah untuk dibentuk Tim Investigasi agar ditemukan fakta dan kebenaran di lapangan," kata Intan Bedisa juru bicara Infid kepada media, Sabtu (09/10/2021) di Jakarta.

Sebelumnya kata Intan sapaan akrabnya, dalam upaya mencari peradilan, KOPSA M telah membuat Surat Terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Termasuk juga kepada Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri BUMN, Erick Thohir, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST. Burhanuddin.

"Pelapor kedua petani tersebut adalah korporasi raksasa dengan omzet mencapai Rp 405 milyar pada 2020, yaitu PT Perkebunan Nusantara V (PTPN). Dua rakyat kecil yang sehari-hari bekerja di kebun versus Badan Usaha Milik Negara, yang pada 2020 mencatatkan laba tertinggi selama 12 tahun terakhir. Terdengar janggal? Sedih, namun begitu faktanya," ungkap Intan.

Menurutnya, kita tidak boleh menutup mata atas sejumlah konflik lahan antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan, yang beberapa di antaranya dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PTPN dan Perhutani.

Katanya, dalam surat terbuka yang diterima INFID pada 7 Oktober 2021, KOPSA M menceritakan perjuangannya saat ini untuk pengembalian lahan kebun, yang telah beralih kepemilikan kepada perusahaan-perusahaan swasta melalui proses yang diduga melawan hukum.

"Surat petani tersebut mengungkapkan bahwa, terdapat lebih dari 750 hektar kebun KOPSA M, yang telah beralih kepemilikan. KOPSA M juga menanggung beban utang sebanyak lebih kurang 150 milyar, akibat pembangunan kebun gagal yang dilakukan oleh oknum-oknum PTPN V di masa lalu, tepatnya pada tahun 2003-2006," ungkap Intan.

Intan juga mengatakan, tidak jarang konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan terjadi karena ketidakjelasan batas dan hak kepemilikan lahan. Konflik lahan ini memicu permasalahan lainnya, yaitu ketimpangan kesejahteraan.

"Masyarakat sekitar mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari di lokasi usaha perusahaan. Inilah yang kadang sering menimbulkan konflik antara petani dan perusahaan. Namun, kegiatan ini justru disikapi oleh perusahaan sebagai perbuatan melanggar hukum dan diproses melalui mekanisme pidana," jelasnya.

Selain itu kata Intan, kegiatan usaha PTPN dan Perhutani juga sangat mungkin berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar. Kasus tanah longsor di Mandalawangi, Garut, Jawa Barat yang menelan 21 korban jiwa pada 28 Januari 2003 merupakan salah satu contohnya.

"Kasus ini harus dan perlu diproses berkeadilan sejalan dengan kebijakan HAM Indonesia: Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Tahun 2021-2025," desaknya.

Katanya, pada RANHAM generasi V ini, pemerintah fokus pada perlindungan dan penghormatan HAM terhadap kelompok rentan yang meliputi perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat. Bahkan pemerintah sudah membentuk Gugus Tugas Nasional dan Gugus Tugas Daerah yang tugasnya meliputi pengawasan penegakan HAM hingga level daerah.

"Artinya, kasus dugaan kriminalisasi para petani dan konflik lahan di Kampar, Riau ini wajib dikawal ketat untuk menunjukan bahwa RANHAM bukan jargon politik semata," pintanya.

Lanjutnya, sebagai negara yang turut menyetujui implementasi The United Nations Guiding Principles (UNGPs) mengenai HAM dan Bisnis tahun 2011, Indonesia harus merujuk tiga pilar dalam UNGPs untuk menegakan HAM dalam bisnis.

Pilar pertama adalah kewajiban negara untuk melindungi. Kedua, pilar tanggung jawab korporasi menghormati HAM. Dalam aspek ini, upaya untuk membangun komitmen dan tanggung jawab korporasi sudah mulai dibangun.

Terakhir, pilar pemulihan yang efektif bagi kelompok yang terkena dampak negatif dari kegiatan usaha. Perlu diingat bahwa lemahnya akuntabilitas dan transparansi pengusutan dugaan kasus kriminalisasi petani oleh korporasi ini akan mencerminkan efektifitas penegakan HAM di Indonesia. 

"Jika kasus pelanggaran HAM masa lalu belum bisa terpecahkan, setidaknya negara jangan menambah dosa pelanggaran HAM dengan mengabaikan akuntabilitas penegakan HAM dalam bisnis sesuai dengan kaidah-kaidah UNGPs dan RANHAM," pungkas Intan yang Aktivis Perempuan ini. 

(Budiman/Red) MM

MEDIA MAJAPAHIT

MEDIA MAJAPAHIT

BERITA TER UP-DATE

Penuhi Persyaratan Menjadi Taping, Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan Digelar Lapas Narkotika Kelas IIB Rumbai

PEKANBARU, MM - Lapas Narkotika Kelas IIB Rumbai menggelar Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bagi warga binaan yang bertujuan mengump...

BERITA TERKINI


MEDIA MAJAPAHIT

MEDIA MAJAPAHIT

BERITA LAINNYA