Kamis, 22 April 2021

"Wajah Kartini Dalam Sejarah Indonesia Mempunyai Banyak Versi dan Dimensi" (Oleh : Anton DH Nugrahanto)



(Opini) :

Wajah Kartini dalam sejarah Indonesia mempunyai banyak dimensi, wajah ini bahkan saling berbenturan seperti  Kartini versi Balai Pustaka, Kartini versi Bung Karno, Kartini versi Suharto sampai Kartini versi Pramoedya Ananta Toer.

Kartini versi Balai Pustaka adalah “Kartini kebanggaan kolonial” disini digambarkan seorang perempuan Jawa yang mendapatkan pencerahan intelektual berdasarkan nilai-nilai barat. Seorang perempuan Jawa yang mempertanyakan “Soal-soal gelap dalam budaya sampai agama dalam tradisi Jawa yang suram” disini barat merasa bangga atas pertanyaan rasional Kartini. 

Kelompok Balai Pustaka yang begitu mengagung agungkan budaya barat dalam hal ini tradisi intelektual Belanda mengangkat Kartini sebagai simbol perlawanan kejumudan orang Jawa dalam melihat dunia modern, Kartini dianggap pembaharu dalam alam pikiran modern orang Jawa dan juga dianggap sebagai keberhasilan politik etis Belanda. 

Kartini dalam lingkup Balai Pustaka adalah Kartini yang liberal, yang rasional namun masih tunduk dalam nilai nilai intelektual kolonial. 

Berbeda dengan Kartini versi Balai Pustaka yang dirilis Armijn Pane dimana Kartini digambarkan sebagai perempuan liberal tapi masih tunduk dalam nilai nilai kolonial, di tahun 1950-an Bung Karno mengangkat figur Kartini dalam benak publik sebagai “tokoh pembebas”. 

Kartini digambarkan Bung Karno sebagai “Perempuan berwatak radikal yang mencerahkan”. Kartini dijadikan simbol kekuatan perempuan dalam politik nasional, perempuan yang berani bertanya tentang pemerintahan, mengeritik kekuasaan sekaligus membangun kesadaran sosialis bagi rakyat Indonesia. Kartini dalam sodoran Bung Karno adalah perempuan pembebasan nasional seperti Dolores Ibaruri perempuan pembebas sosialis dari Spanyol. 

Setelah Sukarno jatuh pada 1966, peran perempuan yang radikal, perempuan pembebas bangsanya diganti menjadi “perempuan berwajah domestik”, Suharto membangun pemerintahan fasis dengan watak patriarki yang kental. Sindikasi-sindikasi kaum perempuan dalam dunia politik ditiadakan, mereka dibawa ke alam domestik, alam rumah tangga dan lingkup sosialnya terbatas di persoalan kesehatan dan pendidikan anak-anak. 

Di masa Bung Karno berbagai macam gerakan perempuan hadir di tengah publik tapi di masa Suharto gerakan perempuan dibagi menjadi dua : Kelompok elite yang direpresentatifkan sebagai Dharma Wanita dan kelompok rakyat umum masuk ke dalam agenda PKK. 

Kartini dalam alam pemerintahan Suharto dibatasi hanya persoalan kebaya bukan pemikiran perempuan yang kritis. Kelompok Perempuan di era Orde Baru hanya menjadi pelengkap kegiatan suami bukan memiliki wilayah otonom dalam berpolitik dan menentukan agenda-agenda sosial. 

Lalu ketika “Kartini dengan kebaya-nya” dan kesan Priyayi Tinggi di masa Suharto digugat oleh Pramoedya Ananta Toer. Pertarungan memperebutkan Kartini di ruang publik antara “Kartini” Suharto dan “Kartini-nya” Pram menjadi semacam gugatan budaya terhadap arus besar budaya Mataraman yang berwatak ningrat dengan budaya pesisir yang egaliter.

Kartini yang digambarkan rezim Suharto lengkap dengan gelar Raden Ajeng-nya digugat oleh Pram dengan kata-kata singkat “Panggil Aku Kartini Saja”. 

Disini Pram mengukuhkan simbolisasi Kartini sebagai bagian dari perlawanan terhadap Orde Baru, tradisi sok Ningrat Pejabat ala Orde Baru dilawan dengan gagasan Kartini ala Pram yang mengabaikan sembah sujud antar  manusia. 

Bahkan Pram menggambarkan gugatan Kartini dimana ibunya yang berasal dari rakyat jelata dipaksa menyembah dirinya semasa ia kanak-kanak, Orde Baru digambarkan oleh Pram dalam narasi Kartini sebagai “Tembok Kabupaten” dan kebijakan Orde Baru yang mengekang menjadi “pingitan” yang dilawan Kartini. 

Narasi Ningrat Mataraman adalah sindiran yang digunakan Pram terhadap kekuasaan Suharto yang bergaya Mataraman, -kekuasaan Raja tanpa batas- dibalut dengan bahasa-bahasa halus. Kartini digambarkan hidup dalam dunia, dunia ningrat Mataraman dengan dunia anak nelayan yang bebas. 

Kartini dalam dimensi sejarah bisa berarti apa saja ditentukan oleh pelaku yang bertengger di alam sejarah itu.....

Jakarta, 21 April 2021

Ditulis Oleh : Anton DH Nugrahanto / MM

DPI : Apakah Dewan Pers Jalankan Tugas “Kembangkan Kemerdekaan Pers” dan “Tingkatkan Kehidupan Pers Nasional”



Siaran Pers Dewan Pers Indonesia : 

Beragam komentar dan pendapat  di berbagai grup aplikasi Whatsapp memenuhi kolom komentar di grup WA wartawan se Indonesia terkait pelaksanaan pelatihan asesor kompetensi yang diselenggarakan LSP Pers Indonesia di Jakarta baru-baru ini. Judul berita menjadi topik hangat yang dibicarakan. Ini menunjukan bahwa dinamika dalam mejalankan profesi itu sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan wartawan. 
 
Tidak bisa dipungkiri bahwa ada kecenderungan terjadi polarisasi dalam kehidupan pers di Indonesia. Ada kubu yang dipotret abal-abal dan kubu yang dipotret sebagai wartawan profesional dan kompeten. Situasi dan kondisi ini terus bergulir sejak tiga tahun terakhir ini. Dan memuncak pada pelaksanaan pelatihan asesor kompetensi yang diikuti puluhan wartawan dari kelompok yang dianggap abal-abal. 

Kelompok ini berusaha membuktikan bahwa potret abal-abal yang disematkan selama ini justeru menjadi peluang dan tantangan untuk membenahi kehidupan pers Indonesia ke arah yang lebih baik. Beberapa wartawan dari kelompok yang dilabel profesional pun ikut juga diajak menjadi peserta pelatihan ini. Bahkan salah satu pesertanya merupakan penguji kompetensi yang berasal dari Dewan Pers. Sebagian dari peserta pelatihan asesor ini memegang sertifikat Kompetensi Wartawan Utama versi Dewan Pers.
 
Hal ini cukup membuktikan bahwa praktek sertifikasi kompetensi bidang wartawan yang dilaksanakan selama ini oleh kelompok yang diangap profesional ternyata melanggar aturan perundang-undangan dan berimplikasi pidana. Penegasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menjawab persoalan bahwa domain sertifikasi kompetensi ada pada Pendidikan Tinggi berlisensi dan Badan Nasional Sertifkasi Profesi. Dua lembaga ini yang diberi kewenangan sesuai Undang-Undang tersebut di atas.
 
Pada pasal 44 UU Pendidikan Tinggi bahkan secara tegas menyebutkan : “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi.” Artinya aturan ini belaku di seluruh Indonesia bagi semua orang, semua organisasi, dan semua penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi. Hukuman atas pelanggaran pasal ini pun tidaklah main-main sebagaimana diatur pada Pasal 93 Undang-Undang ini yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
 
Terlepas dari semua itu, kita menengok sedikit ke belakang, bahwa Indonesia pernah melewati sejarah kelam kemerdekaan pers. Dewan Pers dan terutama Departemen Penerangan RI yang dianggap membelenggu kemerdekaan pers di era Orde Baru akhirnya tumbang dan dibubarkan. Tidak ada lagi Depen RI dan Dewan Pers menyusul Undang-Undang pokok Pers era Orde Baru dinyatakan tidak berlaku.
 
Draft Undang-Undang Pers  tahun 1999 kemudian dipersiapkan oleh para pejuang kemerdekaan pers bersama-sama dengan puluhan pimpinan organisasi-organisasi pers, termasuk Ketua Umum SPRI ketika itu dijabat Lexy Rumengan.
 
Dalam draft asli UU Pers Tahun 1999 itu tadinya tidak ada yang mengatur tentang Dewan Pers. Menurut pengakuan dua saksi sejarah yang masih hidup, Lexy Rumengan, yang kini berdomisili di Amerika Serikat, dan Hans Kawengian (Ketua Umum KOWAPPI) bahwa saat pembahasan draft UU Pers tersebut berlangsung, Jacob Utama selaku tokoh pers senior, mengusulkan pasal tentang Dewan Pers disisip di tengah-tengah Undang-Undang dengan tujuan agar ada wadah yang bisa mempersatukan seluruh organisasi pers dalam melindungi kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
 
Usulan itu menurut Kawengian dan Rumengan, sempat mendapat penolakan dari beberapa pimpinan organisasi pers karena trauma dengan masa lalu. Namun karena lobi-lobi yang dilakukan Jacob Utama akhirnya berhasil membuat seluruh peserta menyetujui pasal tentang Dewan Pers dimasukan dalam UU Pers, namun tidak dicantumkan pada Ketentuan Umum Pasal 1 lalu disisip di tengah-tengah Undang-Undang  yakni di pasal 15 agar tidak dominan jika ditempatkan di pasal 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Pers.
 
Setelah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ini disahkan, Dewan Pers yang kemudian terbentuk, lebih banyak diam dan tidak berfungsi. Organisasi-organisasi pers begitu merdeka dan dominan menjalankan aktifitas pegembangan kemerdekaan pers dan peningkatan kualitas pers nasional secara mandiri dan bertanggung-jawab.
 
Situasi itu kemudian berubah, ketika pada tahun 2006 Dewan Pers membujuk dan mengajak puluhan pimpinan organisasi pers untuk berkumpul dan membahas konsep tentang penguatan terhadap kelembagaan Dewan Pers melalui kegiatan Lokakarya pada tanggal 13 Agustus 2003 di Jakarta. 

Dan pada akhirnya 29 pimpinan organisasi pers membuat pernyataan dan sepakat memberi “hadiah” mandat penguatan kelembagaan terhadap Dewan Pers karena menganggap perlindungan terhadap profesinya bisa ikut terjamin dengan adanya penguatan peran Dewan Pers.  Sesudah itu terbitlah Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 05/SK-DP/111/2006 tentang Penguatan Peran Dewan Pers.

Namun sayangnya penerapan atau implementasi dari penguatan kelembagaan Dewan Pers ini salah diterjemahkan oleh pengurus Dewan Pers di tahun-tahun berikutnya. Bahkan ketentuan yang disepakati justeru tidak dilaksanakan secara menyuluruh oleh Dewan Pers hingga saat ini. 

Ada beberapa poin penting dalam isi penguatan kelembagaan Dewan Pers ini justeru dilanggar oleh Dewan Pers. Salah satunya adalah pada poin ke 10, Dewan Pers perlu terus mendorong berlakunya pasal-pasal yang mendukung dekriminalisasi terhadap karya jurnalistik atau tidak menganggap pelanggaran hukum dalam karya jurnalistik sebagai kejahatan.  

Pada poin ke 10 huruf d, diatur tentang penerapan sanksi perdata terhadap karya jurnalistik dan hendaknya berupa denda proporsional yang tidak menyulitkan kehidupan pihak pembayar atau membangkrutkan perusahaan yang harus membayar denda, karena putusan hukum yang berakibat demikian serupa dengan putusan politik berupa pembredelan terhadap media pers. Sayangnya poin yang mengatur tentang perlindungan terhadap karya jurnalistik ini tidak dijalankan sesuai mandat dan amanah yang diberikan kepada Dewan Pers.
 
Contoh kasus yang menghebohkan jagad pers tanah air, Muhamad Yusuf yang bekerja di media Kemajuan Rakyat dan Sinar Pagi Baru, dikriminalisasi akibat berita yang ditulisnya tentang rakyat yang terzolimi oleh perlakuan perusahaan, justeru direkomendasi Dewan Pers untuk diproses dengan ketentuan hukum lain di luar UU Pers. Almarhum Yusuf pun dikriminalisasi dan ditahan, dan akhirnya tewas dalam tahanan. Dia harus menerima nasib sebagai wartawan yang berita kontrol sosialnya direkomendasi Dewan Pers sebagai “kejahatan” dan layak diteruskan dengan hukum di luar Undang-Undang Pers.
 
Pengingkaran terhadap kesepakatan penguatan peran Dewan Pers juga adalah mengenai pembentukan Perwakilan Dewan Pers di berbagai daerah sebagaiamana diatur dalam poin ke 2. Sampai sekarang nyaris tidak ada perwakilan Dewan Pers di daerah yang terbentuk.

Kondisi ini yang menyebabkan semua pihak yang merasa dirugikan atau keberatan atas pemberitaan di media akan lebih memilih melaporkan wartawan atau media ke pihak Polisi jika ada sengketa pers, bukannya ke Dewan Pers. 

Hal itu disebabkan akses untuk melaporkan sengketa pers di daerah tidak ada. Karena keberadaan Dewan Pers hanya ada di Jakarta. Pos pegaduan di daerah tidak ada sama sekali. Akibatnya, kriminalisasi pers makin marak terjadi selang kurun waktu 3 tahun terakhir ini.
 
Yang lebih aneh lagi, Dewan Pers membuat peraturan tentang Standar Organisasi Pers dan kemudian menentukan sendiri konstituen organsiasi yang dianggap sesuai standar Organisasi Pers yang dibuatnya. 

Organisasi-organisasi pers yang dulunya memberi mandat penguatan peran Dewan Pers tidak diakui sebagai konstituen secara sepihak oleh Dewan Pers. Padahal, tanggung-jawab Dewan Pers untuk melakukan asistensi dan pembinaan agar organisasi pers sesuai standar yang ditetapkan bersama.
 
Fakta ini telah menjadi sejarah kelam bahwa organisasi-organisasi pers yang memberi mandat kepada Dewan Pers untuk penguatan peran Dewan Pers justeru dikhianati.
 
Pola penerapan kebijakan Dewan Pers pun terhadap media-media yang marak bermunculan di seluruh penjuru tanah air hampir sama. Ketika kebijakan Standar Perusahaan Pers diterbitkan, perusahaan pers disuruh mendaftar dan diverifikasi. Lalu yang tidak punya modal untuk mendaftarkan perusahaanya ke Dewan Pers di Jakarta kemudian dilabeli atau dipotret sebagai perusahaan media abal-abal dan didirikan untuk tujuan memeras. 

Tanggung jawab Dewan Pers untuk melakukan pembinaan terhadap kehidupan pers nasional tidak terjadi pada kondisi ini. Dewan Pers malah sibuk memotret media yang belum diverifikasi sebagai media abal-abal. 

Trik ini untuk menekan media agar berbondong-bondong mendaftarkan medianya masing-masing demi selembar pengakuan sebagai media terverifikasi kendati amanat UU Pers bentuknya adalah hanya mendata perusahaan pers. 

Tapi terjemahannya adalah memverifikasi perusahaan pers. Itu (verifikasi perusahaan pers) menjadi identik dengan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers atau SIUPP di era Orde Baru. 

Sejarah kelam kemerdekaan pers itu seolah lahir kembali menjelma menjadi bentuk surat bukti Verifikasi Perusahaan Pers.  Undang-Undang Pers tahun 1999 lahir dengan nafas kebebasan pers agar perusahaan pers bebas didirikan tanpa ada persyaratan tambahan, selain syarat Berbadan Hukum Indonesia. Itu sejarahnya dan kehendak pelaku sejarah kemerdekaan pers yang berhasil menyederhanakan pendirian perusahaan pers dari trauma SIUPP masalah lalu.
  
Bahwa memang diakui, penyalahgunaan profesi wartawan dan penyalahgunaan media dengan tujuan memeras atau meneror seseorang terus terjadi di berbagai daerah. Penulis sepakat hal itu tidak boleh terjadi dan harus dihentikan.
 
Kemudahan mendirikan perusahaan pers adalah hadiah yang diwariskan pejuang kemerdekaan pers, namun menjadi tanggung jawab kita sekarang ini dalam pelaksananya. Peningkatan kualitas media harus menjadi tanggung jawab semua pihak, yakni wartawan, perusahaan pers, dan terutama organisasi pers dan Dewan Pers. Semua wartawan pasti sepakat bahwa pemerasan dan teror terhadap siapapun menggunakan nama media dan profesi wartawan adalah perbuatan pidana dan tidak terpuji, serta melanggar kode etik jurnalistik.
 
Nah, persoalan lain yakni verifikasi perusahaan pers. Awal mulanya tujuan verifikasi perusahaan pers adalah untuk pendataan dan peningkatan kualitas media. Namun faktanya, implementasinya sudah bergeser menjadi dokumen persyaratan sebagai bukti legalitas perusahaan pers. 

Penerapan kebutuhan verifikasi perusahaan pers bukan bertujuan untuk peningkatan kualitas media, namun lebih pada azas legalitas yang menyerupai perijinan, atau yang tidak mengantonginya akan diangap tidak layak beroperasi. 

Faktanya, banyak sekali media terverifikasi DP masih terseok-seok melanjutkan operasionalnya. Bahkan hampir seluruh media di Indonesia, di luar media mainstream, hidup segan mati tak mau. 

Media terverifikasi Dewan Pers sekalipun tidak menjamin kualitas dan kehidupan medianya diperjuangkan oleh Dewan Pers. 

Pertanyaannya, apakah Dewan Pers menjalankan tugas “Mengembangkan Kemerdekaan Pers” dan “Meningkatkan Kehidupan Pers Nasional” atau hanya sibuk dengan membuat peraturan dan melaksanakan  kegiatan rutin yang tidak bermanfaat secara langsung bagi kehidupan pers nasional ?
  
Kenyataannya, selama Dewan Pers dibentuk kembali pada tahun 1999, perusahaan media harus berjibaku sendiri melaksanakaan upaya meningkatkan kehidupan pers nasional. Belanja iklan nasional yang mencapai seratus triliunan rupiah lebih setiap tahun dibiarkan saja oleh Dewan Pers untuk dinikmati hanya oleh segelintir konglomerat media.
 
Dewan Pers justeru sibuk membuat aturan legalisasi kerja sama media dengan pemerintah daerah dengan Surat Edarannya yang ditujukan kepada pemerintah agar kerja sama media dengan pemerintah harus media yang terverifikasi Dewan Pers. Tidak sedikitpun menyentuh upaya belanja iklan nasional ikut dinikmati media lokal yang jumlahnya mencapai puluhah ribu.
 
Dewan Pers bukannya sibuk mencari solusi agar belanja iklan bisa terserap atau terdistribusi ke daerah-daerah, justeru disibukan dengan menjalankan propaganda negatif terhadap media-media yang belum terverifikasi sebagai media abal-abal dan tidak layak bekerja sama dengan pemerintah. 

Tak heran, Kementrian Kominfo dengan leluasanya membuat petunjuk tekhnis bagi Dinas Kominfo se Indonesia agar pemerintah daerah menetapkan salah satu persyaratan kerja sama dengan media wajib perusahaannya terverifikasi Dewan Pers. 

Kondisi ini sesungguhnya memalukan dan merusak fungsi sosial kontrol pers terhadap pemerintah. Dewan Pers dan Kemenkominfo telah dengan sadar dan terang benderang melegalkan media ‘menjual’ idealismenya dengan menetapkan kebijakan yang dianggap sah melalui keberlakuan Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers dalam persyaratan kerja sama media dengan Pemda. Ironis, tapi ini fakta bukan hoax. 

Media lokal terjebak dalam kondisi ini karena tawaran belanja iklan tidak ada. Tidak ada pilihan lain selain “maaf” menjual idealisme pers dengan mengikat kontrak kerja sama dengan pemerintah demi melanjutkan operasional media.
 
Dewan Pers seharusnya wajib menjaga independensi media dan wartawan agar tidak terkontaminasi kepentingan pemerintah. Caranya dengan memperjuangkan sumber pemasukan media dari belanja iklan nasional terdsitribusi ke seluruh daerah. 

Pada kenyataannya lebih dari 100 triliun rupiah belanja iklan nasional setiap tahun tidak ikut dinikmari media lokal dan hanya dikuasai oleh segelintir konglomerat media yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh jari tangan manusia.
 
Pada poin ke 5 penguatan peran Dewan Pers , salah satunya diatur tentang standar gaji wartawan dan karyawan pers. Sayangnya, sampai sekarang tidak ada penetapannya dari Dewan Pers berapa standar gaji yang benar dan layak bagi wartawan. 

Wartawan media mainstream sekalipun terbukti digaji pas-pasan tapi Dewan Pers tidak melakukan apa-apa. Padahal di dalam Pasal 9 UU Pers mengatur kewajiban perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
 
Pada prakteknya, masih ada wartawan yang bekerja di media nasional yang penggajiannya berdasarkan jumlah berita yang naik tayang di medianya. Dan fakta umum yang terjadi adalah hampir sebagian besar media lokal tidak menggaji wartawannya. Apakah ada upaya Dewan Pers mengatasi persoalan-persoalan di atas sebagai langkah mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional ? 

Inilah fakta-fakta sesungguhnya bahwa Dewan Pers telah gagal meralisasikan mandat dan amanat serta fungsi yang diberikan oleh ke 29 Organisasi Pers pada tahun 2006 lalu untuk penguatan peran Dewan Pers.
 
Bisa saja seluruh organisasi pers yang berbadan hukum di Indonesia, baik yang menjadi pelaku pemberi mandat penguatan kepada Dewan Pers, maupun organisasi pers yang ada sekarang dan berbadan hukum, mencabut mandat Penguatan Terhadap Peran Dewan Pers. Namun solusinya bukan seperti itu.

Sebagai wartawan yang memiliki pengalaman dari tingkat paling bawah yaitu reporter, penulis melihat kehidupan pers nasional tidak menuju pada peningkatan sejak Undang-Undang Pers tahun 1999 diberlakukan.

Kemerdekaan Pers Indonesia makin terpuruk. Indeks kemerdekaan pers menurut lembaga riset internasional Reporter Without Borders, bahkan pernah menempatkan Indonesia berada pada level bawah.
  
Media nasional nyaris tak terlihat dalam melakukan sosial kontrol sampai pada kehidapan masyarakat di level bawah. Potret kemiskinan rakyat di berbagai daerah masih terjadi namun media seolah diam membisu. 

Pemandangan warga hidup di atas gerobak dan di emperan toko, serta di kolong-kolong jembatan masih terjadi di mana-mana. Padahal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Media mainstream hanya sibuk dengan konten berita politik pemerintahan yang itu-itu saja.
 
Informasi tentang pengentasan kemiskinan nyaris tak tersetuh karena tidak menarik dibaca dan ditonton. Negara kaya raya tapi masih banyak rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Negara abai tapi pers diam saja. Fakir miskin dan anak-anak terlantar belum seluruhnya dipelihara oleh negara. 

Pola pengentasan masalah di negara ini pun bak pemadam kebakaran. Ketika ramai diberitakan media, barulah pemerintah turun tangan menangani masalahnya. 

Presiden Joko Widodo seolah bekerja sendirian dalam mengatasi persoalan di masyarakat. Media tidak memberi informasi yang konkrit di level paling bawah agar penguasa jadi tahu penyelesaiannya di level atas. Padahal rakyat kecil paling butuh nasibnya diekspos agar dilirik pemerintah dan pemangku kepentingan.
 
Kembali pada persoalan sertifikasi kompetensi yang informasinya bergulir hangat dua hari terakhir ini. Muncul tangapan dan reaksi Dewan Pers, yang bagi penulis sesungguhnya itu menjadi harapan baru bagi masa depan kompetensi wartawan nasional. Intinya Dewan Pers sudah sepakat pelaksanaan sertifikasi kompetensi diletakan pada jalur yang benar yakni melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Ada hal yang menarik disimak dari klarifikasi Ketua Dewan Pers Muh. Nuh bahwa pengajuan lisensi LSP ke BNSP harus ada rekomendasi dari Dewan Pers.
 
Di satu sisi informasi ini merupakan angin segar bagi pers tanah air bahwa Ketua Dewan Pers Moh. Nuh sudah mengakui bahwa pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi wajib melalui LSP berlisensi BNSP dan memperoleh Rekomendasi dari Dewan Pers.

Keterangan itu pun harus diuji beradasarkan peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi menyangkut syarat pendirian LSP dan konfirmasi langsung ke Ketua BNSP. Sampai hari ini belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Ketua BNSP kepada publik terkait persyaratan LSP di bidang pers.
 
Dari sistem sertifikasi kompetensi nasional yang berlaku selama ini mengacu pada PP Nomor 10 Tahun 2018 tentang BNSP. Jadi aturan dan perangkat hukumnya jelas.
 
Apapun keputusan pemerintah wajib hukumnya bagi semua LSP termasuk LSP Pers Indonesia mentaatinya.
 
Dewan Pers sebagai lembaga independen sebaiknya legowo menerima masukan dan terbuka menerima kenyataan jika melakukan kekeliruan. Tidak perlu marah atau malu. Kelompok pers yang dilabeli abal-abal pun selama ini tetap menjalankan aktifitas meski dipotret abal-abal. 
 
Nah jika sekarang label abal-abal itu berusaha dilepas, maka kepentingan Dewan Pers sebagai lembaga independen yang didirkan untuk tujuan mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional harusnya berterima kasih bukannya kebakaran jenggot. 

Tujuan utama dari pendirian LSP Pers Indonesia adalah untuk meletakan pelaksanaan sertifikasi kompetensi wartawan pada jalur yang benar agar tidak melanggar undang-undang dan berpotensi dipidana. 

Publik akan menilai kenegarawan seorang Muhammad Nuh pada persoalan ini. Situasi ini menjadi ujian bagi Muh Nuh dan para anggota Dewan Pers, apakah kompeten sebagai Anggota Dewan Pers atau tidak. Jika ada kelompok yang selama ini dituding abal-abal dan kemudian membuktikan bahwa apa yang dituduhkan selama ini tidak benar dan justeru membuka mata semua pihak yang selama ini mempraktekan sesuatu yang bertentangan dengan Undang-Undang dan melangar hukum,  perlukah dilawan dengan cara-cara yang melanggar kode etik jurnalistik ? 

Pada prinsipnya penulis pernah melewati menjadi reporter yang gajinya pas-pasan, sampai berada pada posisi tertinggi di keredaksian yakni pimpinan redaksi di sebuah harian lokal dan televisi lokal. Lahir dan besar dari keluarga wartawan, menjadi kebanggaan tersendiri.
 
Penulis membuat gerakan kemerdekaan pers di Jakarta bersama sejumlah pimpinan organisasi pers, kemudian membentuk Dewan Pers Indonesia sebagai wujud implementasi upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan peningkatan kehidupan pers nasional.
 
Dewan Pers Indonesia berusaha mengisi kekosongan yang ada dengan membentuk Dewan Pers Indonesia Perwakilan Provinsi dengan tujuan agar semua pengaduan masyarakat terkait sengketa pers bisa dilayani di tingkat daerah namun masih terganjal aturan dan sistem.
 
Selanjutnya, pendataan media terhadap perusahaan pers yang dilakukan Dewan Pers Indonesia bertujuan untuk mempermudah warga negara Indonesia mendirikan media.
 
Untuk meningkatkan kehidupan pers nasional atau peningkatan kesejahteraan pers, Dewan Pers Indonesia berusaha menyusun Draft APBD tentang belanja iklan nasional agar terdistribusi hingga ke daerah-daerah. 

Dan dengan cara ini media lokal akan sejahtera dan kerja sama media dengan pemerintah daerah tidak perlu lagi dilakukan demi menjaga indpendensi pers. Jika perusahaan pers bisa mendapatkan porsi belanja iklan maka diyakini wartawan makin sejahtera dan independen.
 
Sumatera Utara menjadi target pertama pembahsan ranperda belanja iklan ini karena Ketua DPRD dan pemeritah setempat memahami potensi ini.
 
Pilihan dan upaya ini yang sedang dilakukan DPI karena Dewan Pers tidak mampu menjalankan peran itu.
 
Bicara kemerdekaan pers jika tidak dibarengi dengan upaya menciptakan pendapatan perusahaan maka semua pasti akan sia-sia. Income perusahaan media sudah pasti sebagian besar diperoleh dari jasa menyediakan sarana promosi produk melalui iklan di media. Hal inilah yang harus diperjuangkan.

Bukannya DP sibuk urusin kerja sama pemerintah dengan media yang nilainya sangat kecil sekali dan idealisme pers jadi taruhan.
 
Dampak rendahnya kesejahteraan wartawan dari segi kompetensi, misalnya wartawan dengan modal 3 buah sertifikat kompetensi sekalipun jika tidak sejahtera, maka pada gilirannya akan ikut menerima amplop saat menjalankan profesinya. Jika kompetensi seseorang turut dipengaruhi tingkat kesejahteraan maka tidak bisa tidak, upaya tersebut harus diperjuangkan.
 
Apalah arti semua wartawan di UKW jika tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan atau kemampuan finasial media dan wartawan, maka ukuran kompetensi wartawannya menjadi tidak berkompeten. 

Fakta riil di lapangan ada ratusan wartawan, dan mungkin ada ribuan, yang bersertifikat UKW tapi tidak menerima gaji dari media tempatnya bekerja. 

Dewan Pers harus mampu menjelskan ke publik tentang jaminan kompetensinya apakah bisa terlaksana di lapangan jika kondisi kesejahteraan wartawan dan media masih seperti ini. 

Jakarta, 21 April 2021

Oleh : Heintje Mandagie (Ketua Dewan Pers Indonesia)/ MM

Terkait Covid-19, Danrem 061/SK Brigjen TNI Achmad Fauzi Pimpin Apel Tiga Pilar Serta Muspimcam Bogor Tengah



BOGOR, MM - Bertempat di Kelurahan Kebon Kelapa Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor Danrem 061/SK Brigjen TNI Achmad Fauzi S.I.P.,M.M. pimpin apel tiga pilar yang diikuti oleh Muspimcam Bogor Tengah. Rabu (21/4).

Pada kegiatan tersebut, Danrem memberikan arahan kepada peserta apel yang mana isi dari arahannya tersebut berkaitan dengan Covid-19.

Danrem meminta kepada seluruh jajaran Muspika Bogor Tengah untuk terus proaktif dalam menanggulangi wabah pandemik global ini. Walaupun angka Penyebaran kasus Covid-19 saat ini di Kota Bogor sudah menurun, angka kesembuhan pasien Covid-19 semakin meningkat dan sebagian masyarakat sudah divaksin namun antisipasi harus tetap dilakukan khususnya nanti pada saat hari raya Idul Fitri.

Khusus umat Muslim yang akan menjalankan ibadah Taraweh di Masjid atau Mushola, diharapkan harus tetap menerapkan protokol kesehatan, jangan lupa menggunakan masker, menjaga jarak, membawa perlengkapan sholat sendiri termasuk sajadah, mencuci tangan sebelum masuk tempat ibadah dan juga melakukan cek suhu, hal tersebut disampaikan juga oleh Danrem.

" Intinya kita jangan lengah, kita harus tetap mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan 5M, termasuk bagi yang sudah divaksin. Karena vaksin itu sifatnya hanya untuk meningkatkan imunitas tubuh, bukan untuk mencegah langsung Corona Virus Desease 19. Jadi apabila kondisi fisik kita menurun, maka bisa saja kita terpapar covid-19. Oleh karena itu kita harus terus menjaga kesehatan tubuh." Ungkap Danrem.

Kemudian Danrem mengingatkan agar semua warga Bogor harus saling bersinergi dalam menanggulangi wabah ini, dan saling menjaga, melindungi serta mengingatkan satu dan yang lainnya, agar dapat membantu mengurangi dan mencegah penyebaran virus tersebut. Pungkasnya.

Usai memimpin apel dan menyerahkan bantuan sembako untuk warga masyarakat yang menjalani isolasi mandiri yang diwakili oleh polisi RW, Danrem langsung mengunjungi Masjid Al-Arbour Kelurahan Kebun Kelapa. 

Disana Danrem bertemu langsung dengan marbot masjid. Kemudian Danrem memberikan himbauan ataupun arahan kepada marbot agar menghimbau kepada warga masyarakat yang ingin Melaksanakan ibadah Taraweh  untuk menerapkan protokol kesehatan. Selain itu Danrem juga memberikan bingkisan kepada marbot.

Hadir pada kegiatan tersebut Kasiopsrem 061/SK (Kol Inf Dr.Sigit Purwanto ), Kasat Lantas Polresta Bogor Kota (Kompol Andri), Kapolsek Bogor Tengah (Kompol Suminto, SH), Danramil 0601/Bogor Tengah (Kapten Chb Ss Rumaluntur), Wakapolsek Bogor Tengah (AKP Christianto), Kanit Binmas Polsek Bogor Tengah (Ipda Karsiwan), Kanit Sabhara Polsek Bogor Tengah (Ipda.Sukijo), Camat Bogor Tengah (Abdul Wahid STTP), Lurah Kebon Kalapa (Yadi Suyadi SE).Serta unsur yang terlibat Koramil Bogor Tengah, Polsek, Lurah dan para staf, Satpol PP Kota Bogor, Ketua RT/RW se Kecamatan Bogor Tengah, Satgas Covid-19 Bogor Tengah.Kegiatan Apel Sinergitas 3 Pilar & Polisi RW serentak di laksanakan di tiap-tiap Kecamatan Se-Kota Bogor setiap seminggu sekali.

(Dbl) MM

Sumber: Penrem 061/SK

Rabu, 21 April 2021

Pelaksanaan Vaksinasi Drive Thru di Bali Mendapat Peninjauan Langsung Panglima TNI dan Kapolri



JAKARTA , MM- Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau langsung pelaksanaan vaksinasi massal di Bali. Peninjauan itu dilakukan di GOR Kepaon Kodam Udayana dan Mall Bali Galeria, Rabu (21/4/2021).

Vaksinasi massal tersebut dilakukan kepada beberapa lapisan elemen masyarakat. Diantaranya, pelaku pariwisata, driver ojek online, dan masyarakat sekitar. Mereka juga meninjau pelaksanaan vaksin massal secara Drive Thru yang digelar di Mall Bali Galeria. Ditempat ini jumlah warga yang divaksin sebanyak 450 orang.
 
Kapolri Sigit mengungkapkan, dengan dilakukannya vaksinasi massal tersebut, diharapkan terciptanya kekebalan kelompok atau Herd Immunity dari virus corona atau Covid-19.

"Dengan dilakukan vaksinasi masal akan menumbuhkan Herd Immunity," kata Sigit dalam tinjauannya. 

Sigit berharap, vaksinasi massal ini juga diharapkan bisa membangkitkan sektor pariwisata yang menjadi Leading Sektor di Pulau Dewata tersebut. Sehingga, perekonomian masyarakat kembali meningkat.

"Dengan disuntik vaksin secara masal maka diharapkan perekonomian akan meningkat wisatawan akan datang ke Bali dan kesehatan masyarakat akan mempunyai Herd Immunity," ujar Sigit.

Kesempatan yang sama, Panglima TNI Marsekal Hadi menyebut bahwa, vaksinasi massal di Bali dilakukan sebanyak 1.789 orang dari berbagai lintas sektoral.

Hadi menegaskan, meskipun dilaksanakannya vaksin terhadap ribuan orang, diharapkan masyarakat tetap melakukan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah.
 
"Walaupun sudah di vaksin agar tetap pakai masker, cuci tangan," kata Hadi di kesempatan yang sama.

(Rmyd) MM

Kepala BJB Kab Bekasi : Kita Siap Jalin Kerjasama Positif Dengan SMSI Untuk Dorong Ekonomi dan Bangun Kab.Bekasi



BEKASI, MM - Bisnis media di era disrupsi 4.0 adalah bisnis yang susah-susah gampang. Susah karena pertumbuhannya yang masif dan banyak saingan, gampang karena teknologi informasi sudah menjadi konsumsi umum. Tinggal membangun server, dan atau cukup membuat domain website untuk portal media online lalu menyampaikan informasi yang hangat di masyarakat lalu menjaring kerjasama iklan dan advetorial. Modalnya cukup kuota internet dan ponsel.
 
Dalam upaya mendorong peningkatan usaha pengelolaan media siber di wilayah Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, SMSI Bekasi Raya takmhenti-hentinya membuka jejaring kerjasama media terhadapepelaku usaha, salah satunya Bank Jabar Banten (BJB) Kabupaten Bekasi.

"Langkah ini merupakan bagian dari wujud komitmen kita untuk mewujudkan perusahaan media siber yang sehat dan profesional di Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Strateginya membangun hubungan kerjasama media," ungkap Ketua SMSI Bekasi Raya, Doni Ardon dalam bincang-bincang santai dengan Kepala BJB cabang Kabupaten Bekasi, Adie Arief Wibawa dan Manajernya di Rumah makan Mang Kabayan Jababeka, Kabupaten Bekasi, Rabu (21/04/2021) malam.

Ditemani bendahara SMSI Bekasi Raya, Anwar Soleh, CEO PT Media Informa Indonesia itu berharap adanya kerjasama antar perusahaan pers anggota SMSI terhadap BJB.

"Serupa dengan diskusi-diskusi yang kita lakukan sebelumnya, bincang kali ini bertujuan membangun kerjasama media," terang Doni Ardon.

Gayung bersambut, Kepala BJB cabang Kabupaten Bekasi, Adie Arief Wibawa mengaku senang dapat menjalin kerjasama terhadap SMSI.

"Kita siap mensupport kegiatan SMSI dan menjalin kerjasama yang positif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membangun Kabupaten Bekasi," ungkap Kepala BJB cabang Kabupaten Bekasi, Adie Arief Wibawa.
 
Diakuinya media juga dapat berkontribusi terhadap pembangunan. Salah satunya seperti yang sudah dilakukan SMSI Bekasi Raya melalui agenda pembangunan Kabupaten Bekasi bagian utara. 
"Bentuk kerjasamanya sesuai momentum dan tentunya saling memberikan manfaat" kata Adie Arief Wibawa.

Bincang bisnis selama 4 jam lebih itu berjalan serius tapi santai.

Ditemani sajian khas berbuka puasa, berupa Kurma, teh manis, tahu goreng dan Kolak, diskusi SMSI Bekasi Raya dengan BJB Kabupaten Bekasi menjadi lebih bermakna. 

(*) MM

Bupati Zahir Himbau DPD Terlantik Agar Kerja Keras, Dengar Aspirasi Rakyat dan Atasi Masalah Dengan Musyawarah



BATU-BARA, MM - Pelantikan Anggota Badan  Permusyawaratan Desa (BPD) dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan dan secara video conference (vidcon) yang berpusat di Aula Rumah Dinas Bupati, Komplek Tanjung Gading. Selasa (20/04/2021).
 
Sebanyak 64 Desa anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang terpilih dilantik.
 
Turut hadir dalam pelantikan Bupati Batu Bara, Ir. H. Zahir, M.AP didampingi Sekretaris Daerah, H. Sakti Alam Siregar, SH, Asisten I, Russian Heri, S.Sos, Kepala Dinas PMD, Radiansyah
 
Pelantikan serta pengambilan sumpah para anggota Badan Permusyawaratan Desa, dilantik langsung oleh Bupati Batu Bara.

Setelah selesai pelantikan dan pengambilan sumpah anggota BPD, Bupati Batu Bara selain mengucapkan selamat , ia juga menyampaikan himbauan kepada anggota - anggota BPD terlantik Periode 2020-2026.

"Saya menghimbau kepada anggota BPD yang dilantik untuk bekerja keras dan mendengar aspirasi yang ada pada masyarakat. Serta menyelesaikan masalah dengan gotong royong, kebersamaan dan bermusyawarah" Ucap Zahir

Lebih lanjut Bupati mengungkapkan," Anggota BPD merupakan salah satu pilar dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Yaitu, sebagian aspirasi dan pengawasan terhadap peraturan desa dalam menentukan kemajuan suatu desa,"Ungkapnya.
 
"Setiap anggota BPD diharapkan agar terus meningkatkan kualitas kerjanya,dengan tujuan menghindari persoalan kesalahan pemahaman antara BPD dengan Pemerintah Desa, "Tandas Bupati Batu Bara.

(RH) MM

 Sumber : Kabid Humas Pemkab Batu Bara

Ketum APKOMINDO : PN Jak-Sel dan PT DKI Jakarta Kurang Teliti Dalam Buat Putusan Gugatan Munaslub Apkomindo 2015



JAKARTA, MM - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) Soegiharto Santoso mengungkapkan rasa keprihatinannya atas penggunaan dokumen yang diduga dipalsukan dalam proses persidangan di pengadilan, (19/04/2021).
 
Hoky sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa," PN Jakarta Selatan dan PT DKI Jakarta sepertinya kurang teliti dan khilaf dalam memutuskan gugatan DPP hasil Munaslub Apkomindo 2015 terhadap DPP Apkomindo hasil Munas Solo 2012 dan hasil Munas Jakarta 2015 yang secara nyata berlangsung sesuai AD dan ART APKOMINDO. Gugatan perkara nomor : 633/Pdt.G/2018/PN JakSel terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Hakim Ketua H. Ratmoho, SH., MH.,"jelasnya.
 
"Dalam putusannya, pengugat Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail dinyatakan sebagai  Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP APKOMINDO Masa Bakti 2015-2020 berdasarkan Keputusan Munaslub APKOMINDO di Jakarta pada tanggal 02 Februari 2015."
 
Padahal, menurut Hoky," Munaslub versi APKOMINDO 2015 tidak sesuai dengan AD/ART APKOMINDO dan tidak dihadiri 2/3 DPD APKOMINDO, karena tidak ada satu pun DPD APKOMINDO yang hadir, termasuk DPD APKOMINDO DKI Jakarta yang saat itu dijabat Nana Osay selaku Ketua dan Faaz Ismail selaku Sekretaris serta Adnan selaku Bendahara. “Bahkan pada saat Munaslub 2015 tersebut, Faaz Ismasil tidak hadir, sehingga tidak mungkin jika dia terpilih sebagai Sekretaris Jenderal DPP APKOMINDO, jadi sungguhnya, hal ini sangat miris dan ironis, dimana menggunakan data palsu Munaslub Apkomindo 2015 bisa menang di Pengadilan,” ungkap Hoky. 

"Belum lagi dari bukti pemberitaan dan dari email pemberitahuan, serta fakta foto-foto yang beredar di tahun 2015, Rudi Rusdiah adalah Ketua Umum dan Rudy Dermawan Muliadi sebagai Sekretaris Jenderal dan Suharto Juwono sebagai Bendahara untuk periode 2015-2018," imbuhnya. 
 
Bahkan, menurut Hoky, " Rudi Rusdiah justeru menjadi saksi di persidangan perkara nomor: 633/Pdt.G/2018/PN JakSel, yang menerangkan kepada Majelis hakim bahwa fakta yang sebenarnya yang terpilih menjadi Ketua Umum adalah dirinya, namun dirinya menyadari kesalahannya dan memilih berpihak ke Munas APKOMINDO yang sah yakni Ketua Umumnya Soegiharto Santoso. Ironisnya, saat Soegiharto Santoso selaku Ketum APKOMINDO yang sah melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, ternyata putusannya adalah ; “Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dimohonkan banding tersebut.”tandasnya.
 
Lebih lanjut Hoky menegaskan," Padahal faktanya Soegiharto Santoso terpilih secara sah pada saat Munas Apkomindo 2015 yang diselenggarakan pada tanggal 13 sampai dengan 15 Februari 2015, dan dihadiri oleh lebih dari 2/3 DPD APKOMINDO serta telah dilampirkan bukti-bukti penyelenggaraan Munas yang sesuai dengan AD/ART APKOMINDO, termasuk telah ada bukti SK KUMHAM RI nya," tegasnya. 

Sebelumnya SK KUMHAM RI tahun 2012 juga telah digugat di PTUN dan PT. TUN hingga ke tingkat kasasi di MA, namun hasil putusan gugatanya tetap tidak dapat diterima. 

Terkait persoalan yang tidak berpihak pada rasa keadilan dan demi mengungkap hal-hal miris dan ironis tersebut, Hoky melaksanakan press conference di ruang serbaguna LSP Pers Indonesia usai menyelenggarakan pelatihan dan uji sertifikasi asesor kompetensi (mandiri) LSP Pers Indonesia dengan BNSP di ruang Serba Guna LSP Pers Indonesia Jakarta.
 
Dalam kesempatan tersebut Hoky memaparkan kronologis perkara hukum Apkomindo yang telah berproses sejak tahun 2011, bahwa,"Sejak kepengurusan Suhanda Wijaya dan Setyo Handoyo dibekukan secara sewenang-wenang oleh Dewan Pertimbangan Asoisasi (DPA) Apkomindo.Dimana selanjutnya sejak tahun 2013 mulai ada gugatan dari DPA Apkomindo di PN JakTim dengan perkara No. 479/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim, dengan putusan; “Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima.” dan selanjutnya mereka melakukan upaya banding ke PT DKI Jakarta No.340/PDT/2017/PN DKI, dengan putusan; “Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.Selanjutnya melakukan upaya kasasi ke MA tertanggal 21 September 2020, dimana di dalam surat Memori Kasasinya tertuliskan antara lain yang terpilih pada Munaslub 2015 adalah Ketua Umum Rudi Rusdiah dan Sekjen Rudy Dermawan Muliadi serta Bendahara Suharto Juwono, Periode 2015-2020.  Meskipun proses gugatan tersebut masih dalam proses, ungkap Hoky, ternyata ada lagi gugatan di PN Jaksel dengan menggunakan data palsu tersebut di atas. Untuk itu pihaknya saat ini melakukan upaya kasasi ke MA,"paparnya.
 
Hoky menerangkan, bahwa," Di dalam surat kontra memori kasasi tertanggal 15 Maret 2021, yang ditandatangani pengacara kondang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM dan Sordame, SH serta Kartika Yustisia Utami, SH, dituliskan yang terpilih dalam Munaslub Apkomindo 2015 adalah Ketua Umum Rudy D Muliadi dan Sekjen Faaz Ismail, periode 2015 -2020. Sementara dalam perkara No. 218/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst, di mana dalam surat Eksepsi dan Jawaban yang juga ditandatangani pengacara kondang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM dan Sordame, SH serta Kartika Yustisia Utami, SH, dituliskan, Ketua umum Rudi Rusdiah dan Sekjen Rudy Dermawan serta Bendahara Kunarto Mintarno, untuk periode 2015-2020," terangnya.

“Hal ini membuktikan secara  terang benderang dalam dokumen akta otentik di pengadilan, terjadi dugaan pemalsuan, sehingga keterangannya bebeda-beda, maka atas dasar bukti tersebut, seharusnya Bapak Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM dan Ibu Sordame, SH serta Ibu Kartika Yustisia Utami, SH. mempunyai rasa malu yang besar.” ungkapnya.
 
Hoky menambahkan, " Dari 3 (tiga) perkara tersebut menjadi terungkap ada terdapat 3 (tiga) versi berbeda hasil Munaslub Apkomindo 2015 dan digunakan untuk 3 (tiga) Peradilan, yaitu di PN JakTim saat ini sedang proses kasasi, di PN Jaksel saat ini sedang proses kasasi dan di PN JakPus saat ini sedang proses persidangan disetiap hari Selasa," imbuhnya.

Dalam pandangannya, Hoky menguraikan,"Bahwa selain dari itu, masih ada versi berbeda lagi yang terdapat pada Tabloid Bulanan milik Apkomindo No. 1/ Februari 2017 yang tertuliskan susunan pengurus DPP Apkomindo hasil Munaslub 2015 adalah Ketua Umum Rudy D. Muliadi, Sekjen Ir. Faaz, Bendahara Adnan untuk periode 2016-2019, sehingga jika dihitung dengan fakta yang sesungguhnya menjadi ada 5 (lima) versi," urainya.

“Pihak lawan memang pandai merekayasa hukum, dimana saya sempat pula dikriminalisasi dan ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul dan disidangkan di PN Bantul sebanyak 35 kali atas laporan polisi kelompok mereka di Bareskrim Polri, namun hasilnya saya dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah, termasuk upaya JPU Ansyori, SH dari Kejaksaan Agung RI  melakukan upaya kasasi telah ditolak oleh MA, rekayasa hukum mereka memang perbuatan yang sangat miris dan ironis.” pungkas Hoky.
 
Diungkapkan pula, bahwa meskipun pihak lawan menggunakan jasa Advokat dan Konsultan Hukum OTTO HASIBUAN & ASSOCIATES, ternyata Hoky menghadapi sendiri tanpa didampingi oleh pengacara serta Hoky tetap optimis pada akhirnya akan memperoleh keadilan melalui proses peradilan di Indonesia.

(Kasihhati) MM

MEDIA MAJAPAHIT

MEDIA MAJAPAHIT

BERITA TER UP-DATE

Tanpa Pengawasan Dinas SDABMBK Dan Konsultan, Disinyalir Pembangunan Turap Sub Kali Jambe Rw 25 GP Langgar Aturan

KABUPATEN BEKASI, MM - Pekerjaan Pembangunan Turap Sub Kali Jambe di Perum Graha Prima  Rw 25, Desa Mangun Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, K...

BERITA TERKINI


MEDIA MAJAPAHIT

MEDIA MAJAPAHIT

BERITA LAINNYA